Minggu, 03 Januari 2016

Wedding Rings

Bisa dikatakan kami terlalu terburu-buru dalam membeli cincin nikah. Sebenarnya sempat browsing tempat yang direkomendasikan para capeng di Jakarta, tapi entah kenapa tidak ada bayangan, males juga karena tempatnya jauh. Jadilah akhirnya kami membeli cincin di Rose Jewelery Pluit Village. Alasan utamanya karena tempatnya dekat tentu saja, di belakang kost saya, selain itu sedang ada promo anniversary Rose PV juga. 

Rincian cincinnya sebagai berikut:

  1. Cincin aku: emas 75% 2.35 gram + diamond 0.030/1 DR F VVS VG

  2. Cincin abang: emas 75% 2.90 gram + diamond 0.060/1 DR F VVS VG


Totalnya Rp 8.905.000



Seolah terhipnotis, kami langsung mengatakan "ya" ketika SPG Rose menawarkan beberapa jenis cincin nikah. Tidak ada cincin berbahan Palladium di Rose, Frank n Co atau toko di mall lainnya, malah mereka menawarkan Platina WOW! Padahal sudah ada perdebatan dalam hati, karena Islam melarang laki-laki memakai cincin emas. Tapi si SPG meyakinkan banyak ko muslim yang memakai cincin emas, bahkan dia sendiri juga cincinnya terbuat dari emas. Kegelisahan lainnya adalah awalnya kami berencana untuk membuat cincin custom tapi SPG Rose meyakinkanku lebih baik membeli cincin yang sudah ready untuk menghemat budget. Dan akhirnya dibungkuslah cincin nikah kami. Huft... 

Kelebihannya membeli cincin nikah di mall ini free service seumur hidup, free grafir nama atau tanggal nikah, dan sering dikabari kalau ada promo apapun. Tapi mahalnya yaampun... Dan sedihnya lagi, karena ini cincin promo, di sertifikatnya dicap tidak bisa direfund hiks. Memang sih siapa yang mau jual cincin kawin tapi kan setidaknya ingin ada jaminan kalau suatu saat kami ingin menjual bisa ke toko itu lagi. Tapi ternyata, yasudahlah... 

Setelah beberapa bulan kami memiliki cincin dari Rose, hati saya tetap tidak tenang, seolah sudah berbuat dosa. Kegelisahan tersebut saya bagi pada calon suami, akhirnya kami memutuskan untuk membeli baru cincin abang yang terbuat dari Palladium. Kami memesannya di Cikini Gold Center. Awalnya ketika survei pertama tidak ada keharusan minimal gramnya, tapi ketika kami order, kami diharuskan membeli minimal 5 gram cincin Palladium. Biaya cincin dan pembuatannya di CGC ini Rp 2.000.000. Pembuatannya memakan waktu sekitar sebulan. Sayangnya di sini hanya bisa grafir nama, dan tidak bisa ditambah tanggal nikah, karena nanti terlalu penuh katanya. Cincin Palladium ini tidak bersertifikat jadi tidak bisa dijual. 

Nah, buat para capeng, ada baiknya survei yang matang buat bikin cincin nikah, jangan sampai nyesel nantinya. Banyak ko blog capeng yang merekomendasikan tempat pembuatan cincin nikah dengan harga miring tapi kualitas seperti Frank n co atau Orori dll. 

Sabtu, 02 Januari 2016

Aku Ingin Satu Januari Setiap Hari

Melakukan perjalanan jauh berdua tampak begitu impossible dilakukan sepanjang tahun 2015 kemarin. Jadwal kerja yang berbenturan, sama-sama menjadi karyawan baru yang belum mendapat cuti, dan perasaan lelah yang entah begitu betah menggelayut setiap waktu. Mungkin adaptasi dari sebuah ritme baru di dunia kerja.

Perjalanan di awal tahun 2016 ini seolah mengisi ruang kosong yang kami lewatkan di tahun 2015. Satu setengah jam lamanya dia berada di balik kemudi motornya, tak ada keluhan panas yang tanpa ampun membakar punggung kaki dan muka kami, tak ada keluhan tentang banyaknya lampu merah yang memberikan jeda terlalu lama untuk kami, tak ada keluhan tentang macet yang mengharuskannya mencari celah-celah sempit dari jalanan yang disita ribuan kendaraan dalam waktu bersamaan. Ya, dia begitu pandai menyembunyikan emosinya. Dia menjadi cermin bagiku, betapa kami sangat berbeda, tapi hey, bukankah kutub yang berlawanan akan saling tarik menarik?

Alam terbuka, pemandangan hijau, dan potret indah bumi pertiwi adalah dunia kami. Mungkin itulah salah satu kesamaan yang kami punya. Dan hari ini kerinduan menarik kami ke Depok. Kampung 99 pepohonan, tempat yang (semula) kami tuju.

Jauh, terasa sangat jauh sekali. Terasa jauh bahkan dibandingkan ketika kami melakukan perjalanan Jakarta-Majalengka. Sayangnya, lelah kami tak terobati. Kami tidak menemukan apa yang kami cari di sana. Tidak sampai 10 menit kami berkeliling.

Waktu yang kami miliki begitu sempit, kami memutuskan untuk shalat di awal waktu, dan akhirnya menginjakkan kaki di mesjid kubah mas. Mesjid megah dengan daya magis yang menarik ribuan pengunjung.

[caption id="" align="alignnone" width="1440" caption="Lokasi: Mesjid Dian Al Mahri"]image[/caption]



Rumput hijau menghampar luas di sepanjang jalan menuju mesjid. Banyak orang yang rehat di sana. Kami pun turut serta. Inilah moment yang paling aku suka. Duduk berdua, bertukar pikiran, berbicara dari hati ke hati. Tapi tak ada canda jenaka darinya hari ini. Aku maklum, dia terlalu memforsir fisiknya, dan manajemen waktunya tak seperti yang seharusnya.

Dia bukan orang yang detail atau terorganisir, tapi dia selalu berusaha memenuhi semua kebutuhanku. Kami mampir di sebuah warung tenda untuk mengisi perut. Sebenarnya aku agak ragu melihat sanitasi di sana tapi aku tetap mengikutinya. Dan terbukti, lalat beragam ukuran, kucing yang terus menerus menjilati kakiku, bahkan sampai karpet meja yang diterbangkan angin mengenai wajahku, semua itu melenyapkan selera makanku, dan sedikit banyak mempengaruhi alam bawah sadarku. Jangan ajak aku makan di pinggir jalan, please!

Seolah mengerti kekecewaanku, alam pun menangis, hujan mengiringi kepulangan kami tapi aku suka.

Aku ingin satu Januari setiap hari, agar aku bisa menghabiskan waktu bersamanya, karena aku suka, benar-benar suka bersamanya.

Lokasi: Mesjid Dian Al Mahri