Tampilkan postingan dengan label traveling. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label traveling. Tampilkan semua postingan

Minggu, 17 September 2023

Main ke Bojong Karnival Cimanggis

Akhirnya tunai sudah janji pada anak lanang. Sudah lama mengajak mereka untuk datang ke event ini, tapi baru terealisasi hari ini. 

Rencananya kami akan datang di tanggal 4 September, sekaligus merayakan wedding anniversary. Karena masih ada bayi, jadi kami memilih hiburan yang jaraknya dekat dengan rumah. 

Tapi Qodarullah kami berhalangan datang di hari itu. Tanggal 27 Agustus sebelumnya, hari ke-2 pembukaan, kami datang ke sana, tapi ternyata sama sekali belum ada wahana. Hanya ada event senam Ibu-Ibu. 

Untuk masuk ke Bojong Karnival ini, harus menggunakan kartu. Kartu bisa dibeli di kasir. 

Pertama kali datang, akhirnya kami hanya membeli kartu senilai 50 ribu. Kemudian pulang lagi. 

Awalnya petugas perempuan menyebutkan bahwa saldo yang ada dalam kartu bisa direfund, ternyata setelah aku baca, di kartunya ada pernyataan bahwa saldo tidak bisa diuangkan. 

Banyak Wahana yang Belum Siap

Acara karnival ini ada akun khususnya di Ig, dan menggandeng banyak influencers. Iklan di jalan-jalan juga semarak sekali beriringan dengan iklan parpol. 

Tapi ternyata ketika kami datang untuk ke dua kalinya, masih banyak wahana yang belum siap. 

Pintu masuk ada di sebelah tempat loket, masuk ke dalam ruangan akan disambut oleh permainan capit boneka, kemudian games yang ada seperti di Timezone. 

Kemudian diarahkan ke luar, dan kami langsung naik bianglala. Ada juga wahana kereta mini, rumah hantu, kora-kora, ontang anting, mobil aki, playground tempat main pasir ajaib, mewarnai kanvas, kostum profesi, perosotan balon, dll. 

Tidak banyak wahana yang kami naiki, hanya bianglala, mobil aki, dan ontang anting. 

Di bianglala satu room, hanya bisa dinaiki oleh 3 orang. Kemudian kami naik mobil aki. Mobil aki ini paling ramai pengunjungnya, dan antrinya cukup lama. Tapi durasinya cukup panjang sih, sampai anak-anak minta turun karena bosan. 

Ketika naik mobil aki, sebenarnya anak-anak ingin naik kora-kora, tapi wahananya tidak dijalankan, dan ontang anting pun sedang dalam proses setting atau maintenance. 

Untungnya setelah naik mobil aki, kami bisa naik ontang anting. Wahana ini cukup aman dinaiki oleh anak-anak, anakku yang berusia 6 tahun berani menaiki ini sendirian. 


Kecepatannya disesuaikan dengan umur pengunjung yang naik. Kebetulan memang yang naik masih sedikit, jadi ketika anakku naik, hanya ada 3 orang yang naik, dan semuanya anak kecil. Jadi kecepatannya aman. 

Untuk top up saldo, bisa dilakukan di dalam area bermain juga, di sebelah cafetaria. Untuk Muslim Market masih kosong, bahkan sepertinya masih dalam renovasi. Aku juga tidak menemukan (atau karena tidak bertanya) toilet atau mushola. 

Wahana yang masih dalam tahap pembangunan diantaranya Museum Cinta dan Slider warna warni. 

Menurut aku harga di Bojong karnival ini cukup pricey ya. Bianglala 7.5 bk atau Rp 15.000 per orang. Mobil aki 12.5 bk atau Rp 25.000, dan ontang anting 7.5 bk. 

Lebih puas kalau main di dufan dengan panjang antriannya tentu saja hehehe. Tapi kami cukup gembira bisa mengajak anak-anak bermain ke sini. Karena ada semacam rindu dengan suasana pasar malam dengan wahana yang ada di dalamnya. 

Setelah naik ontang anting, anakku mengeluh pusing, akhirnya kami bergegas pulang karena gerimis juga. 

Semoga Event ini sukses, dan mampu membahagiakan hati banyak anak-anak yang datang bermain di sana. 

Continue reading Main ke Bojong Karnival Cimanggis

Sabtu, 02 Januari 2016

Aku Ingin Satu Januari Setiap Hari

Melakukan perjalanan jauh berdua tampak begitu impossible dilakukan sepanjang tahun 2015 kemarin. Jadwal kerja yang berbenturan, sama-sama menjadi karyawan baru yang belum mendapat cuti, dan perasaan lelah yang entah begitu betah menggelayut setiap waktu. Mungkin adaptasi dari sebuah ritme baru di dunia kerja.

Perjalanan di awal tahun 2016 ini seolah mengisi ruang kosong yang kami lewatkan di tahun 2015. Satu setengah jam lamanya dia berada di balik kemudi motornya, tak ada keluhan panas yang tanpa ampun membakar punggung kaki dan muka kami, tak ada keluhan tentang banyaknya lampu merah yang memberikan jeda terlalu lama untuk kami, tak ada keluhan tentang macet yang mengharuskannya mencari celah-celah sempit dari jalanan yang disita ribuan kendaraan dalam waktu bersamaan. Ya, dia begitu pandai menyembunyikan emosinya. Dia menjadi cermin bagiku, betapa kami sangat berbeda, tapi hey, bukankah kutub yang berlawanan akan saling tarik menarik?

Alam terbuka, pemandangan hijau, dan potret indah bumi pertiwi adalah dunia kami. Mungkin itulah salah satu kesamaan yang kami punya. Dan hari ini kerinduan menarik kami ke Depok. Kampung 99 pepohonan, tempat yang (semula) kami tuju.

Jauh, terasa sangat jauh sekali. Terasa jauh bahkan dibandingkan ketika kami melakukan perjalanan Jakarta-Majalengka. Sayangnya, lelah kami tak terobati. Kami tidak menemukan apa yang kami cari di sana. Tidak sampai 10 menit kami berkeliling.

Waktu yang kami miliki begitu sempit, kami memutuskan untuk shalat di awal waktu, dan akhirnya menginjakkan kaki di mesjid kubah mas. Mesjid megah dengan daya magis yang menarik ribuan pengunjung.

[caption id="" align="alignnone" width="1440" caption="Lokasi: Mesjid Dian Al Mahri"]image[/caption]



Rumput hijau menghampar luas di sepanjang jalan menuju mesjid. Banyak orang yang rehat di sana. Kami pun turut serta. Inilah moment yang paling aku suka. Duduk berdua, bertukar pikiran, berbicara dari hati ke hati. Tapi tak ada canda jenaka darinya hari ini. Aku maklum, dia terlalu memforsir fisiknya, dan manajemen waktunya tak seperti yang seharusnya.

Dia bukan orang yang detail atau terorganisir, tapi dia selalu berusaha memenuhi semua kebutuhanku. Kami mampir di sebuah warung tenda untuk mengisi perut. Sebenarnya aku agak ragu melihat sanitasi di sana tapi aku tetap mengikutinya. Dan terbukti, lalat beragam ukuran, kucing yang terus menerus menjilati kakiku, bahkan sampai karpet meja yang diterbangkan angin mengenai wajahku, semua itu melenyapkan selera makanku, dan sedikit banyak mempengaruhi alam bawah sadarku. Jangan ajak aku makan di pinggir jalan, please!

Seolah mengerti kekecewaanku, alam pun menangis, hujan mengiringi kepulangan kami tapi aku suka.

Aku ingin satu Januari setiap hari, agar aku bisa menghabiskan waktu bersamanya, karena aku suka, benar-benar suka bersamanya.

Lokasi: Mesjid Dian Al Mahri
Continue reading Aku Ingin Satu Januari Setiap Hari

Rabu, 14 Oktober 2015

Perpustakaan Umum Daerah DKI Jakarta

Salah satu tempat yang selalu menarik untuk dikunjungi adalah perpustakaan. Siapa sangka wisata perpustakaan bisa jadi kegiatan yang menyenangkan. Perpustakaan Umum Daerah Provinsi DKI Jakarta salah satunya.

image



Perpustakaan ini terdiri dari 4 lantai.

1. Ground
Begitu memasuki pintu, kita akan disambut oleh security, dan kita dipersilahkan untuk mengisi buku pengunjung. Uniknya, selain cara manual, di sini juga bisa mengisi buku tamu dengan cara menscanning kartu anggota saja. Praktis dan ga ribet.

Lantai satu ini tak ubahnya sebuah gallery lukisan. Setelah memasuki ruangan pertama, di ruangan kedua, ada tempat untuk pembuatan kartu anggota, dan peminjaman/pengembalian buku.
Untuk menjadi anggota perpustakaan, kita diwajibkan memiliki KTP Jakarta atau menyerahkan surat keterangan yang menyatakan bahwa kita bekerja di Jakarta. Difoto langsung di sana, walaupun saya sudah membawa foto ukuran yang ditentukan tapi pihak perpustakaan lebih menyarankan untuk foto langsung.

image



Sebelum memasuki ruangan lain, kita diwajibkan untuk menyimpan tas dan barang-barang lainnya di dalam loker, kecuali untuk barang berharga seperti handphone, dompet, dll bisa dibawa dengan menggunakan tas transparan yang disediakan pihak perpustakaan, kita cukup menitipkan ktp.

image



Akses masing-masing lantai bisa dengan menggunakan tangga ataupun lift, enak kan?



Continue reading Perpustakaan Umum Daerah DKI Jakarta

Senin, 05 Januari 2015

Taman Bunga Nusantara

Entah lebih ekstrim mana, pertama kali ketemu langsung naik gunung Ciremai berdua atau menembus puncak naik motor di malam hari saat hujan lebat berkabut dan angin kencang.

Perjalanan panjang dari Bekasi menuju puncak dengan menggunakan motor merupakan moment yang jadi bukti kesabaran dan ketangguhan abang (disamping perjalanan Jakarta-Bandung atau Jakarta-Majalengka tentunya). 

Di tengah perjalanan, daerah Bogor, ketika macet parah dan hujan lebat, motor kami sempat terpeleset karena rem depan yang terlalu pakem, karena insiden itu, kaca spion kanan motor abang pecah, Alhamdulillah kami tidak melukai ataupun terluka dalam kejadian ini. Mungkin hanya lecet sedikit, kaki kananku sedikit hematoma tapi semuanya baik-baik saja, entah kalau abang, dia samasekali tidak mengeluhkan sakit atau apapun.

Hujan dan terus hujan. Entah pikiran apa yang menghasut kami supaya datang ke puncak malam itu. Mobil-mobil berderet rapi sama sekali tidak bergerak karena macet, maklum masih suasana liburan tahun baru. Aku yang samasekali tidak berencana liburan jarak jauh hanya membawa kaos untuk ganti pakaian. 

Maka karena khawatir terkena flu atau masuk angin, di tengah jalan kami membeli celana jeans untuk aku, dan sikat gigi serta peralatan mandi lainnya. Kami terus melaju di tengah dinginnya malam berkabut, melawan hujan deras yang mencemooh siapa saja yang keluar malam itu. 

Banyak orang yang menawarkan vila dan penginapan sepanjang jalan. Malam semakin larut, perjalanan kami terasa begitu panjang, setelah melewati Masjid At-Ta’awun, suasana menjadi semakin sepi, jarang ada kendaraan yang melintas, baik di jalur kami maupun di jalur sebaliknya. 

Menginap di Basecamp Pendakian Gunung Gede

Taman-Bunga-Nusantara-Cianjur


Alhamdulillah sekitar jam 11 malam, kami sampai di basecamp pendakian Gunung Gede, dan kami menginap di warung Heri, seorang teman Abang. Apakah ada yang tahu suhu di sana ketika malam hari dan hujan deras? Ketika sikat gigi pun rasanya gigi dipaksa mengunyah es batu yang dinginnya luar biasa. 

Kami memesan mie rebus dan kopi untuk menghangatkan badan. Setelah itu kami langsung beristirahat. Beruntung kami menemukan selimut, kami melapisi tubuh kami dengan tiga lapis selimut yang tersedia di sana. Walaupun sudah mengganti pakaian dengan pakaian kering, masih terasa sangat dingin. Benar-benar dingin. Tapi aku tertidur dengan pulas. 

Tidak terasa, pagi ini kembali datang dengan suasana murung. Gerimis terus turun sampai sekitar jam 7 pagi. Setelah mengisi perut dan men-charge jiwa narsis kami dengan selfie bareng, kami pun turun menuju Taman Bunga Nusantara (tanpa mandi dan hanya sikat gigi).

Untuk menemukan bunga-bunga cantik yang tumbuh di berbagai belahan dunia, cukup datang ke Taman Bunga Nusantara yang terletak di Desa Kawungluwuk, Kecamatan Sukaresmi, Cipanas, Kabupaten Cianjur 43254 Jawa Barat, Indonesia (sesudah puncak sebelum cibodas).

Taman-bunga-nusantara-cianjur

Harga Tiket Masuk Taman Bunga Nusantara (2015)

Tiket masuk ke taman bunga nusantara (2015) senilai Rp 30.000,- (berlaku per orang untuk usia 4 tahun ke atas), parkir motor Rp 5.000,- sedangkan mobil Rp 10.000,- cukup mahal ya, tapi ga rugi ko, di sana kita dimanjakan oleh pemandangan yang menyenangkan. Pas di pintu masuk aja, banyak orang yang sudah melakukan foto-foto (termasuk kami) hehehe…

Taman-Bunga-Nusantara-Cianjur

Satu kata yang keluar dari mulut kami ketika melihat suasana di dalam taman bunga tersebut, MAA SYAA ALLAH! Indah nian ciptaan-Mu ya Allah. Berwarna-warni menyejukkan hati, meneduhkan pandangan. Kami pun sambil bergandengan tangan berkeliling ke setiap penjuru taman sampai hujan turun. 

Banyak orang yang semangatnya tidak surut walaupun diguyur hujan yang rintik-rintik, mereka tetap hilir mudik ke sana dan kemari, acuh tak acuh walau kepala dan sekujur mereka basah kuyup. Ada juga pasangan yang sangat memperhitungkan rencana kencan mereka, mereka membawa payung, jadi masih bisa berjalan-jalan sambil berpayung berdua di tengah gerimis, ahh romantis sekali. Detik itu juga aku berniat untuk membeli payung.

Labyrinth-Garden-dari-Observation-Tower
Berlatar Labyrinth Garden dari Observation Tower

Selain warga Indonesia, kami juga melihat ada orang asing yang datang ke sini. Bahkan bersantai ria seolah sedang menikmati bulan madu di tengah hamparan padang Bunga yang menawan.

Taman-Bunga-Nusantara-Cianjur

Sayangnya, karena hujan kami tidak sempat mengunjungi beberapa tempat di taman ini. Dan Abang berkata kurang bisa menikmati keindahan tamannya karena hujan. Tapi bagaimanapun aku bersyukur memiliki pengalaman datang dan menyaksikan sendiri hidden soul taman ini bersama orang terkasih.

First-date-in-Bogor
Our first date filled with laughter, joy, and love

Masih dengan menerobos hujan, jalan yang sedikit kurang bersahabat, becek dan jelek, kami pun memulai lagi perjalanan menuju kosanku. Perjalanan lancar sampai di daerah darmaga km 7, terjadi kemacetan parah dikarenakan ada kebakaran. Macet total. Melelahkan.


Kemacetan tersebut menguapkan isi perut kami, jadi ketika di daerah ciampea kami pun mampir ke warung djembat dan makan dengan lahap. Asupan energy setelah menempuh ratusan kilometer. Yummy yippi yip!!!

Dan tiba di kosan abang pun menghemat waktu, segera pulang tanpa singgah di kosan. Ah, detik ketika melepasmu pun sudah menyisakan kerinduan, bagaimana hariku malam ini?
Continue reading Taman Bunga Nusantara

Selasa, 04 November 2014

Aku, Kau, dan Gede

Alhamdulillah masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk naik gunung lagi. Rasanya seperti burung yang lepas dari sangkar emas kali ya hehe… Seneeeeeengg!!! Tapi pendakian kali ini sedikit berbeda, karena menggunungnya harapan akan cerita bahagia sepasang karib. Gunung Gede mungkin jadi tempat yang bersejarah untuk Bang Anyuk dan Kak Uki, pasalnya di tempat inilah kuncup-kuncup cinta mereka merekah dengan indah. Lucky you, kak! ^^ ♥


Menurutku keputusan untuk mengajak wanita mendaki gunung adalah sebuah keputusan yang sangat berani.
Ketika punggungmu sakit, ada dia yang merelakan punggungnya untuk menanggung bebanmu,

ketika semua orang melangkah cepat di depanmu dan meninggalkanmu, ada dia yang menjejeri langkahmu,

ketika nafasmu mulai terasa sulit, ada dia yang menemanimu istirahat menstabilkan nafas,

ketika kerongkonganmu terasa kering, ada dia yang menyodorkan air untuk menghapus dahagamu,

ketika kamu merasa ragu dan takut untuk melangkah, ada dia yang mengulurkan tangan, meyakinkan dan memberimu rasa aman untuk melangkah,

ketika kamu mulai mengeluh, dalam lelah dia tetap tersenyum dan menyemangatimu,

ketika kamu lengah, ekor mata dan kesigapannya tak pernah lengah menjagamu,

ketika yang lain terlelap dalam kehangatan, dia rela menerobos dingin hanya untuk mengantar dan menungguimu buang air,

ketika kamu kedinginan, ada tangannya yang menggenggam jemarimu dan memberikan jaketnya untuk menghangatkanmu,

Selalu ada dia yang berusaha keras untuk menjaga dan membahagiakanmu.

 

Ketika mendaki gunung, karakter dari masing-masing kepala seolah begitu transparan, dari sanalah keterikatan hati mudah terjalin. Hahaha… jadi mellow gini. Abang, I love you!




[caption id="attachment_1504" align="aligncenter" width="300"]Matahari Pagi Suryakencana Matahari Pagi Suryakencana[/caption]

Well, menurut banyak orang, Gunung Gede adalah tempat yang sangat memukau, tapi bagiku, Gunung Ciremai tetap menempati deretan teratas karena di sanalah langkah awal perjalananku sebagai penikmat (atau Pencinta?) alam dimulai dan chemistry antara aku & abang mulai terjalin :p


Perjalanan ke Gede, jika boleh aku ingin mengulangnya. :(


Continue reading Aku, Kau, dan Gede

Rabu, 15 Oktober 2014

Curug Muara Jaya

Ketika browsing tempat wisata di Majalengka, kebanyakan yang keluar adalah wisata curug/air terjun, dan yang paling beken adalah curug Muara Jaya. Awalnya saya pikir Curug Muara Jaya, Curug Maja, dan Curug Apuy itu adalah curug yang berbeda, ternyata sama. Curug ini terletak di Kampung Apuy, Desa Argamukti, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka.

[caption id="attachment_1499" align="aligncenter" width="225"]Curug Muara Jaya dilihat dariatas Curug Muara Jaya dilihat dariatas[/caption]

Dari Majalengka, jalan terus menuju Maja, sampai di terminal Maja, ada jalan kecil di sampingnya, maka ikuti jalan itu lurus terus sampai menemukan papan petunjuk menuju Curug Muara Jaya.

[caption id="attachment_1501" align="aligncenter" width="300"]Airnya dingin menggigit Airnya dingin menggigit[/caption]

Buat yang suka tantangan boleh deh main ke sini, jalannya mangstap. Bagus sih, tapi turunan, tanjakan, tikungannya itu loh, udah 4 hari badan masih pegel-pegel sepulang dari sana (ketahuan jarang gerak hehe). Jalannya kecil, tapi bisa menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Agak susah memang kalau ada dua mobil yang papasan.

Continue reading Curug Muara Jaya

Jumat, 12 September 2014

Siapa yang Tak Tahu Monas?

Siapa yang tak tahu monas? Monumen nasional ini merupakan icon kota Jakarta. Bagi yang belum pernah mengunjungi kota Jakarta, pastilah sering melihatnya di televisi atau media informasi lainnya.

Di sini pernah terjadi peristiwa penting, yakni berkumpulnya seluruh rakyat Indonesia pada 19 September 1945 dalam rangka untuk menguatkan Kemerdekaan Indonesia yang baru diproklamasikan. Oleh karena itu, dulu monas dikenal dengan nama Lapangan IKADA.

[caption id="attachment_1446" align="aligncenter" width="300"]Pemandangan Kota Jakarta dari Puncak Monas Pemandangan Kota Jakarta dari Puncak Monas[/caption]
Continue reading Siapa yang Tak Tahu Monas?

Minggu, 07 September 2014

Kebun Teh Majalengka Sensasi Lembang

Di sini rumah kita
Yang terindah di dunia
Tanah yang merdeka, Negeri Indonesia
Karena ku tahu di sini ada cinta
Yang kan ku jaga selamanya
(Twentyfirst Night, Selamanya Indonesia)


2014-09-07 15.06.17

Majalengka Menawan, tagline yang tepat untuk menggambarkan kecantikan Majalengka. Majalengka selain merupakan kabupaten yang identik dengan kecap dan anginnya yang aduhai, ternyata memiliki objek wisata menarik yang sayang kalau dilewatkan. Salah satunya adalah panorama perkebunan teh.

[caption id="attachment_1414" align="aligncenter" width="300"]Majalengka Menawan Majalengka Menawan[/caption]

Bagaimana cara menuju ke lokasi kebun teh ini?
Continue reading Kebun Teh Majalengka Sensasi Lembang

Kamis, 14 Agustus 2014

Taman Fotografi

Berhubung galau TA, jadi saya memutuskan untuk mengunjungi semua taman tematik yang ada di Bandung, setelah taman lansia dan taman pustaka bunga, kemudian taman music, kini saya mengunjungi taman fotografi. Taman cempaka atau yang lebih popular dengan nama taman fotografi ini ada di Jalan Cempaka.

2014-05-18 16.17.36

2014-05-18 16.18.18

Saya jalan kaki dari taman Musik ke sini broo..!! Kirain deket, ternyataaa :D

2014-05-18 16.19.25

2014-05-18 16.20.14

Waktu itu saya sempet nyasar, patokannya dari Riau (kalau dari BIP ke arah kanan) lurus terus melewati berapa lampu merah kemudian ketika menemukan Resto Suis Butcher belok ke kanan, sebenarnya kalau belok ke kiri juga ada taman Anggrek tapi masih belum dikembangkan seperti taman Cempaka.
Continue reading Taman Fotografi

Taman Lansia dan Taman Pustaka Bunga, Rasakan Sensasinya!

Berbeda dengan Taman Pustaka Bunga yang sesuai namanya di sana terdapat berbagai macam jenis tanaman atau aneka bunga, taman lansia ini walaupun namanya untuk lanjut usia tapi pengunjungnya tidak hanya para orang tua kok.

2014-05-18 13.38.58

2014-05-18 13.31.49

Baik di taman lansia dan taman pustaka bunga, masing-masing disediakan free wifi. Jadi tempatnya asik banget kalau dipake untuk acara sharing komunitas/club, buat kongkow-kongkow, atau semacamnya lah bahkan dulu saya mengerjakan TA di sana (lumayan wifinya kenceng :D ). Taman Pustaka Bunga juga bisa dijadikan wisata edukasi, karena tanaman yang ada di sana disertai dengan nama ilmiahnya.
Continue reading Taman Lansia dan Taman Pustaka Bunga, Rasakan Sensasinya!

Jomblo? Mampir Ke Sini!

Entah kenapa dinamakan taman jomblo tapi yang jelas semenjak diresmikan oleh walikota Bandung juara pada tanggal 4 Januari 2014 lalu, taman jomblo alias taman Pasupati ini jadi ramai dikunjungi. Dari yang mulai kongkow, istirahat, pacaran, sampai yang hanya numpang foto-foto.

2014-01-17 15.34.13
Letaknya di bawah jembatan Pasupati, dekat (pinggirnya) Baltos (Balubur Town Square). Designnya sama kaya di Majalengka loh, hanya kalau di Bandung berupa balok-balok sedangkan di Majalengka daerah Sawala itu merupakan lahan kosong yang diisi besi-besi aneka ukuran seperti di taman jomblo. (Sayang belum ada dokumentasinya, in syaa Allah nanti kalau dapet langsung diupdate :D )

2014-01-17 15.34.39

2014-01-17 15.37.33

Di belakang Taman Jomblo ini juga ada arena skate board yang selalu ramai oleh anak muda.

2014-01-17 15.35.57

Gimana akses menuju taman jomblo?
1.Dari Terminal Cicaheum bisa naik angkot Cicaheum-Ledeng. Kalau dari Wastu Kencana bisa naik Caringin-Sadang Serang. Selain itu banyak angkot lain yang lewat sini seperti Cisitu Tegalega, Caringin – Dago, Panghegar – Dipati Ukur.
2.Naik Taksi :D
3.Kalau naik motor sih dari jembatan pasupati tinggal turun aja, atau dari Wastu tinggal ke arah Taman Sari.
Continue reading Jomblo? Mampir Ke Sini!

Sabtu, 19 April 2014

Kawah Putih

Pulang dari Gunung Tangkuban Parahu aku dan abang melanjutkan perjalanan menuju kawah putih. Kami berencana bertemu bang Iwan dan Eka di sana. Tapi ternyata di perjalanan mereka memutuskan untuk langsung pulang ke Jakarta dan datang ke taman bunga di Bogor. Walaupun bang Iwan dan Eka batal pergi ke kawah putih, kami tetap melanjutkan perjalanan ke sana.
Mengambil rute yang berbeda dari perjalanan awal, kami melewati daerah Parongpong, Nanjung, dan akhirnya Soreang. Cukup sulit untuk sampai di  Soreang, berhubung kami sama-sama belum pernah ke sini, beberapa kali kami sempat tersasar. Namun orang-orang di Bandung memang begitu hangat kepada para pendatang, hal tersebut membuat kami tidak sungkan untuk bertanya.
Ketika sampai di depan Stadion Jalak Harupat, abang begitu excited. Dia yang selalu meledekku narsis malah bermetamorfosis jadi makhluk photogenic. Kami berhenti sebentar di luar gerbang stadion karena pintu masuk ditutup dan sepertinya tidak dibuka untuk umum kecuali ketika ada pertandingan.







image









Aksi kami rupanya mengundang penasaran orang. Bahkan ada pasangan yang juga ikut berfoto ria dengan background stadion jalak harupat.
Kami melanjutkan perjalanan, sekitar pukul 12.29 perut kami mulai keroncongan dan kami pun singgah di Rumah Jamur (Pasir Jambu, Soreang). Setali tiga koin kami juga numpang ngecharge hp yang hampir sekarat. Sepi. Padahal rumah makan tersebut lumayan menarik, dari jendela kita bisa melihat kolam ikan yang dikeliling oleh kebun. Kami duduk lesehan di tempat paling ujung (berhubung cuma di sini yang ada colokan) sambil menonton TV. Kami memesan daging ayam bakar dan teh manis ditambah pencuci mulut jamur crispy. Sebenarnya menu yang ditawarkan sangat beragam dan banyak varian masakan jamur. Namun harganya juganya lumayan. Jadi kami memilih yang ramah di dompet.





image









Terhipnotis oleh cita rasa makanan yang disajikan kami sampai lupa mengabadikan moment di sana. Makanannya emang enak-enak, tapi porsinya kecil dan harganya mahal. Baru ketika hendak pulang, kami baru teringat akan kamera. Dan kami pun selfie dengan muka ngantuk karena kekenyangan.
Ketika dikonfirmasi ke penjaga rumah makan tersebut, jarak ke kawah putih masih sangat jauh, berkilo-kilo meter lagi. Dan jam 17.00 tempat wisata tersebut sudah ditutup karena gasnya yang mulai beracun.
Bingung antara terus jalan atau kembali pulang. Tapi setelah sejauh ini perjalanan rasanya sayang kalau lelah ini tidak terbayar. Oleh karena itu kami memutuskan untuk KEEP GOING!
Percayalah, mencapai kawah putih sangat melelahkan, entah itu perjalanan dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun umum.
Cuaca mendung, dan ketika kami hampir tiba di kawasan kawah putih, gerimis pun turun. Seketika itu pun kami berbalik arah dan mencari penginapan. Kami memutuskan untuk berbalik arah karena khawatir di atas tidak ada penginapan dan kalaupun ada pasti harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan penginapan di bawah. Kami pun singgah di penginapan yang paling dekat.
Pondok Gembyang, Jl. Patengan km. 38. Desa Baru Tunggul, Alam Endah. Telp. (022)5928998, 087824622244 Ciwidey, Bandung.
Kami membooking satu unit penginapan standar seharga 200k. Fasilitas




yang didapat cukup memuaskan, kamar dengan seprai wangi dan bersih rapi, sebuah tv, kamar mandi dengan air hangat, alat shalat, kolam air hangat, rak-rak tempat menyimpan pakaian, roti panggang untuk sarapan, kopi, teh, dan masih banyak lagi.
Malam harinya kami turun untuk mencari makanan dan kami singgah di Rumah Makan Bebek dan Ayam Unti, Jl. Raya Ciwidey Rancabali Telp. (022) 85920555.

[caption id="" align="alignnone" width="2000" caption="Pagi di Pondok Gembyang"]image[/caption]



Ceritanya candle light dinner, suasananya romantis, ditemani gemericik air dari kolam, kaki kami pun bisa berselonjor menyentuh air kolam, karena tempat makannya disetting sedemikian rupa sehingga kami di bawah meja makan tersebut terhubung dengan kolam.
Kami makan enak malam itu, benar-benar moment yang jarang. Terima kasih buat Yayu yang sudah jadi sponsor setia kebahagiaan kami.

[caption id="" align="aligncenter" width="840" caption="Candle light dinner"]image[/caption]



Kami tidak langsung angkat kaki setelah menyikat bersih makanan yang ada. Menikmati malam yang diciptakan begitu romantis dengan segala suguhan kekuasaan-Nya.
Insiden lucu di penginapan ini adalah ketika pagi-pagi kami kelaparan, kami pun menagih fasilitas roti bakar yang tertulis di brosur, memalukan tapi butuh hahaha. Ternyata jauh dari ekspektasi kami, roti tawar + susu coklat yang dipanggang. Tapi lumayan lah untuk mengganjal perut.
We are ready to go! Yeay! Kawah putih we are coming..

image



Kami menggunakan kendaraan pribadi dengan tujuan bisa meminimalisir budget, ternyata sesampainya di sana, pihak pengelola tempat wisata ternyata begitu komersil. Pertama kami parkir motor seharga Rp 5.000 dan helm tidak boleh disimpan di motor, harus dititipkan, biaya penitipannya sebesar Rp 5.000.
Kemudian tiket masuknya Rp 28.000 per orang biaya tersebut sudah termasuk tiket masuk dan kendaraan ontang anting yang akan mengantar ke tempat wisatanya. Kami diberikan kartu untuk membuka palang pintu yang menghubungkan ke tempat ontang anting.

Ontang anting ini mobil serupa angkot dengan kapasitas penumpang 12 orang ditambah sopir. Kami menunggu lumayan lama karena mobil baru berangkat apabila sudah terisi penuh.
Menurut informasi pihak pengelola sudah tiga tahun melarang adanya kendaraan pribadi yang langsung masuk ke tempat wisata. Tapi apabila hendak membawa mobil pribadi, maka akan dikenakan biaya Rp 150.000 per mobil ditambah Rp 15.000 per orang. Ckckckck
Tapi hal positif dengan diberlakukan peraturan tersebut adalah bisa memberdayakan warga yang berdomisili di sekitar tempat wisata, mereka jadi punya mata pencaharian.

[caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Ontang anting"]image[/caption]



Entah memakan waktu berapa lama, akhirnya kami sampai di kawasan kawah putih. Banyak yang menyodorkan masker. Ingat! Bawalah masker sendiri. Di sini, harga masker dispossible yang umumnya dijual Rp 500 - Rp 1.000 dijual dengan harga Rp 5.000. Luar biasaaaa...
Di depan area masuk sudah banyak orang yang mengantri untuk foto di tugu bacaan kawah putih. Keadaan di sana ramai sekali, dari beragam usia, tua muda semuanya tumpah ruah.

image



Kami harus menuruni tangga yang lumayan panjang. Tapi tidak sepanjang great wall China. :D
Sesampainya di bawah aku langsung terbatuk-batuk tidak kuat menahan bau belerang. Tapi hal tersebut tidak berlangsung lama, aku pun mulai terbiasa. Dan kami langsung memulai pemotretan.

image



Ada banyak fotografer yang menawarkan jasanya. Hanya Rp 10.000 tapi kami memilih untuk menggunakan kamera sendiri.

image



Tempatnya cantik, sesuai namanya hampir semua berwarna putih, air, pasir. Banyak juga orang yang melakukan prewedding di sini.

image



Tapi entah kenapa aku kurang puas terhadap perjalanan ke tempat ini, selain biaya yang mahal, tempat ini walaupun suhunya terasa dingin tapi matahari menyengat langsung. Dan jarang ada yang jualan makanan, mungkin khawatir terkontaminasi racun.

image



Tadinya kami hendak melanjutkan ke situ patenggang. Tapi berhubung waktu sudah siang dan kami harus melanjutkan perjalanan ke Majalengka, dengan berat hati kami pun pulang.
Oia dalam perjalanan pulang, sempat berdiskusi dengan sopir ontang anting. Katanya apabila kita mau masuk gratis, cukup bawa motor tapi jangan pakai helm. Biasanya para pengelola mengizinkan masuk gratis orang-orang yang tinggal di sekitar sana.
Ada insiden lucu juga ketika pulang, kami melewati orang-orang yang berjualan, hampir setiap toko meneriakkan hal yang sama, stroberinya teh. Rp 5.000 dua. Ketika aku menoleh, terlihatlah buah stroberi segar, merah merona sangat menggoda. Sempat tidak percaya, kemasan sebesar itu hanya Rp 5.000 dapet dua pula. Aku pun tertarik untuk menghampiri, ternyataaaaa.... ZONK! kemasan stroberi yang dipajang harganya Rp 25.000 sedangkan yang ditawarkan seharga Rp 5000 itu kemasan kecil. dasar, marketing yang bagus hahaha. Hati-hati jangan tertipu ya!



Posted from WordPress for Android
Continue reading Kawah Putih

Reuni di Gunung Tangkuban Perahu

Otanjoubi Omedetou, abang...
Sebenarnya ultah abang jatuh pada 2 Maret kemarin tapi berhubung saya sedang PKL di Tasik, jadi kami menangguhkan pertemuan kami. Niat awalnya abang akan menjemput saya di Bandung dan mengantar saya di Majalengka, esoknya kami akan berjalan-jalan di Majalengka. Tapi planning itu pun gagal karena kebetulan Eka dan bang Iwan juga berencana ke Bandung dan ingin berlibur bersama ke kawah putih. Jadi kami menunda keberangkatan ke Majalengka.

Continue reading Reuni di Gunung Tangkuban Perahu

Sabtu, 21 Desember 2013

Pendakian Cinta – Merbabu

Setelah penetapan tanggal keberangkatan yang labil akhirnya diputuskan perjalanan kami dimulai tanggal 21 Desember 2013. Aku berangkat pagi dari kosan di Bandung menuju Jakarta Barat, dan sesampainya di terminal Kalideres, sudah berdiri di sana seseorang dengan senyumnya yang hangat menyambut uluran tanganku. Dialah kekasihku, bang Majid. Dia menunggu terlalu lama, sebelum masuk tol Tangerang bahkan dia sudah standby untuk menjemputku, walau disengat teriknya matahari Jakarta, dan sumpeknya atmosfer terminal tapi dia masih bergairah untuk tersenyum kepadaku. Mendengar perutku yang keroncongan dia menawarkan diri untuk mengisi perut dengan mie ayam pedas-manis di sekitar minimarket, rasanya nuampol rek, enak tenan… karena kebetulan sedang lapar.

Kemudian kami mengunjungi lapak bang Sugy yang berada tidak jauh dari tempat kami makan. Beliau sedang menganyam tali untuk dijadikan gelang, kreatif sekali. Di lapaknya tersedia berbagai macam aksesoris untuk anak muda, seperti gelang yang beraneka ragamnya, kaos, kalung, dan lain-lain. Dari lapak inilah perjalanan panjang kami dimulai.
Continue reading Pendakian Cinta – Merbabu

Minggu, 25 Agustus 2013

Pendakian ke Gunung Sumbing

Make a trip along strangers and being the only girl maybe was my craziest thing i ever did. My sweetheart invited me to go on vacation with him. I came along, even though i just close with some of them. It was irritating when i am thinking how come I could go?

Our trip embarked on Wednesday, August 14th, 2013. But I went to Bandung on Sunday with my relatives. I stayed for two days at my boarding house. Everything settled rapidly and all i need to do just to follow my sweetheart's rules. He was worried i would be tired so i am asked to go earlier and stay at his home. I have no choice but agree it. :p

I spent about a week for vacation with them. Bang Noonk as the driver, bang Iwan as guide leader, Bang Dani, Bang Eky, bang Rey (rosani), and also my sweetheart. At first we fetched bang Roy (another my sweetheart's friend) at Bumi Ayu. He is the most handsome among the other. Then we were heading Desa Saradan, Pemalang, Central Java to attend bang Bakray's wedding. Bang Bakray is one of abang's friend who is in Virapala (Pinggir Rawa Pecinta Alam) too. Unfortunately, I, abang, and bang Noonk couldn't see their akad/ijab qabul cause i heard that the headman (penghulu) was in hurry. He started it without waiting for the whole family get together.
Continue reading Pendakian ke Gunung Sumbing

Sabtu, 16 Maret 2013

Sehari Hidup Ala Prancis

at Institut Français Indonesia

[caption id="attachment_814" align="aligncenter" width="300"]Egg tart made by Mr. Simon Egg tart made by Mr. Simon[/caption]

 

[caption id="attachment_813" align="aligncenter" width="300"]IFI's library IFI's library[/caption]

 

[caption id="attachment_811" align="aligncenter" width="300"]I interested in these graffity :) I interested in these graffity :)[/caption]

 

[caption id="attachment_808" align="aligncenter" width="300"]IFI's Book collection IFI's Book collection[/caption]

IMG_20130316_131312
Next time, i'll get the croissant too :)
Continue reading Sehari Hidup Ala Prancis

Sabtu, 17 November 2012

Burangrang Pun Punya Cerita Tentang Kita

Gunung Burangrang jadi pendakian kedua setelah Ciremai, hanya bermodalkan nekat dan petunjuk dari internet (selain peralatan yang lengkap tentunya). 

Kami berdua berniat mendaki melewati jalur komando, karena memang lokasinya yang dekat dengan situ juga, jadi bisa dua tempat sekaligus yang kami kunjungi. 

Tapi ternyata, setelah menempuh perjalanan yang lumayan, naik turun angkutan umum, dan berjalan berkilo-kilo menuju lokasi pendakian, kami dihadang oleh petugas komando.

Menurutnya kawasan burangrang tidak diperuntukan untuk umum karena sering dipakai latihan tembak para TNI. Betapaaa.... 

Padahal di perjalanan tadi kami sempat mengobrol dengan para pendaki yang baru turun dari puncak burangrang. 

Can you guess who were them? Orang Prancis. ya, kami bertemu dengan 6 orang mahasiswa, satu di antaranya adalah wanita berkebangsaan Prancis sedangkan yang lainnya adalah pria warga negara Indonesia.

Suatu kebetulan yang memalukan adalah baju couple buatan abang, menggunakan bahasa prancis, jadi mereka menyangka kami jago berbahasa prancis, ditambah gambar menara eiffel menjadi penghias bagian depan bajuku. aaaarrghhhh... 

Kemudian mereka menyapaku dalam bahasa Prancis. Ini kali pertama aku mengobrol dengan orang Prancis. 

Walaupun aku konsentrasi 1000%, rasanya aku tak akan mampu menangkap maksud si wanita. 

Pada akhirnya, aku meminta mereka berbicara menggunakan English. fuiih, untung dia paham. 

Ujung-ujungnya mereka menggoda kami. Dan dua kalimat yang paling menggelikan ketika dia bicara adalah: "oooww.... so romantic!" dan "hahaha... very lucu!" 

Kalau ada cermin saat itu mungkin aku bisa melihat muka aku yang merah padam karena malu hihihi.

Setelah para mahasiswa itu pamit, kami langsung menunaikan shalat dzuhur. Keren loh, di kawasan ini banyak rumah elit dan ada mushola, di sana juga kami berpapasan dengan para akhwat dan ikhwan seumuran denganku sepertinya, mereka berplat mobil wilayah Jakarta.

Setelah shalat, akhirnya kami hanya berputar-putar di tempat dan mencari spot yang menarik untuk mengambil gambar.

Setelah bosan, akhirnya dengan berat hati kami pun kembali ke tengah ibu kota jawa barat. Dan masih dengan pakaian buat nanjak, bawa ransel, kita nonton di empire ckckck...

Kimi to Boku...
Kau dan Aku...
Semoga takdir mempertemukan kita untuk menggenapkan dien :)
Continue reading Burangrang Pun Punya Cerita Tentang Kita

Minggu, 14 Oktober 2012

,

NGALAM OYI KER! Jambore Poltekkes Nasional

Alhamdulillah selama 5 hari kemarin, aku mendapat rezeki untuk berada di kota Malang. Ini kali pertama aku menginjakan kaki di kota ongis nade. 

Jambore Poltekkes nasional pertama ini diselenggarakan di Batu, Malang. Pramuka Poltekkes Bandung menjadi duta dari Jawa Barat, dan aku salah satunya. Bayangkan, betapa bangganya! :)
Continue reading NGALAM OYI KER! Jambore Poltekkes Nasional

Jumat, 31 Agustus 2012

Pendakian Pertama ke Gunung Ciremai

Setelah setahun lebih kami kenal lewat chatting, akhirnya kami, aku dan abang sampai pada titik pertemuan itu. 

Dia mengajakku mendaki Gunung Ciremai, gunung tertinggi di Jawa Barat. 

Awalnya kami berencana untuk mendaki Gunung Gede, Cibodas, tapi berhubung jalur ditutup karena ada pelestarian flora, kami pun beralih ke Gunung Ciremai, gunung termegah yang ada di daerahku, Majalengka. 

Sempat terjadi dilemma, mengingat aku adalah newbie, teman-temannya menyarankan agar kami mendaki gunung yang lebih enteng dan lebih indah, Gunung Merbabu di Jawa Tengah. 

Tapi atas dasar pertimbangan satu dan lain hal, juga karena akomodasi yang tidak memungkinkan, akhirnya kami memutuskan tetap mendaki Gunung Ciremai. 

Gunung Ciremai ini memiliki 3 jalur pendakian, Linggar Jati, Palutungan, dan Apuy. 

Linggar jati merupakan jalur yang paling sulit berada di daerah kuningan, dan apuy di daerah Maja, Majalengka.

Gegabah kami memutuskan akan mendaki melalui jalur Linggar Jati, tapi kemudian kembali labil dan memutuskan untuk melalui jalur Palutungan. 

Dia tiba di Bandung sekitar jam 9 a.m., 29 Agustus 2012, bertepatan dengan PPSM (Pengenalan Program Study Mahasiswa) hari terakhir. 

Aku bolos demi menemuinya. Aku menjemputnya di Terminal Leuwi Panjang dengan pakaian seadanya, setelan training dan kaos dibalut dengan Jaket Analis yang udah kumel. How nyentrik I am!

Ketika sampai di kosan, di luar perhitungan, ternyata ada D4, maka dia pun jadi agak canggung. 

Setelah istirahat beberapa lama, sorenya kami belanja ke Borma dengan jalan kaki, padahal jarak dari kosan lumayan jauh. Aku tidak menguasai medan akhirnya kami berputar-putar mencari barang-barang yang kami perlukan. 

Ketika orang lain hanya membawa botol aqua kosong dan mengisinya di pos yang kebetulan ada mata air, kami membawa persediaan air dari supermarket, benar-benar pendaki elit

Tidak lupa kami pun tidak melewatkan moment yang tidak boleh tertinggal ketika mengunjungi Gunung Batu yaitu makan bubur ayam pak Sunar.

Malamnya kami menonton film yang aku sutradarai, tugas akhir pas SMA. Aku tahu dia kelelahan, setelah menempuh perjalanan jauh Jakarta-Bandung selama 3 jam, jalan kaki belanja ke Borma, belum lagi baru kembali dari Gunung Sindoro-Sumbing.

Pukul 11 p.m. aku membiarkannya istirahat di tempat tidurku yang empuk dan nyaman, sementara aku mengungsi ke kamar Teh Aah.

Aku lupa menghabiskan waktu berapa lama dan untuk apa pagi itu sebelum kami berangkat ke pasar Cibogo untuk membeli barang-barang yang belum kami dapatkan. 

Kami berjalan beriringan sambil merasakan udara pagi yang sejuk, pulangnya kami sarapan kupat tahu yang menurutnya sesuatu yang perlu diabadikan karena beda dengan kupat tahu yang ada di Jakarta. 

Di tengah perjalanan kami pun membuat sebuah bukti historis bahwa kami pernah jalan bersama di tempat itu.

Sampai di kosan kami pun packing, dan tangannya yang seperti bersisik begitu lincah mengepak barang-barang ke dalam tas keril 70 liter yang di-up sampe 100 liter.

Kemudian pukul 10 a.m. kami berangkat ke terminal Cicaheum, mengejar keberangkatan bis Damri Kuningan yang berangkat jam 11 a.m., tapi ternyata perjalanan menuju Cicaheum cukup memakan waktu sampai jam 12 a.m. 

Hopeless karena berdasarkan informasi yang diberikan salah satu pedagang di sana, Damri baru akan berangkat jam setengah 3, itu berarti kami kami punya waktu 2,5 jam sia-sia. 

Ketika si abang pergi ke toilet, aku beristirahat sejenak di sebuah bangku kosong depan dua orang ibu-ibu matang penjual kaki lima. 

Kami pun berbincang-bincang kecil dan beliau menyarankan agar kami mengecek sekali lagi jadwal pemberangkatan bis. 

Kami menurutinya dan Alhamdulillah ada mobil yang 5 menit lagi akan berangkat. Kami sangat bersyukur, dan sebagai ucapan terima kasih aku pun kembali turun menemui pedagang tadi untuk membeli goreng tempe yang dijualnya.

Kami berdua duduk di kursi paling belakang bis, ditemani seorang wanita tanggung di ujung yang berlawanan. 

Kami membunuh rasa suntuk selama perjalanan dengan bernyanyi riang, aku baru tahu dia suka banget backsound Sinchan, film kartun era abad 20. 

Ongkos dari terminal Cicaheum Bandung menuju kuningan 45k. 

Ada sedikit ketidakpercayaan diri karena kami berdua sama-sama baru pertama kali ke kuningan, kami yang seharusnya turun di Cirendang, malah mengikuti saran pak kenek dengan turun di terminal Ancaran. 

Di sana kami diberondong oleh para tukang ojek yang sepertinya sedang sepi penumpang. Mereka menawarkan jasa untuk mengantar kami sampai ke palutungan dengan upah 50k. 

Setelah berdebat panjang akhirnya ongkos turun jadi 30k. 

Menurut teh Aah dari Ancaran kami bisa naik angkot 010 dengan harga 2k sampai kota, kemudian naik angkot lagi sampai cigugur 2k, dari sana bisa naik ojek menuju palutungan dengan harga yang sudah dilobi bisa sekitar 20k.

Singkat cerita, kami pun sampai di camp tempat para pendaki ditampung sebelum/sesudah mendaki. 

Kami bertemu dengan anak-anak Uniku yang baru turun setelah mengibarkan bendera merah putih di Ciremai. 

Dan menurut informasi akan ada pendakian selanjutnya untuk mengibarkan batik dalam rangka hari jadi kota kuningan 1 September. 

Malangnya kami tidak mengikuti salah satu pun acara tersebut. Kemudian kami mendaftarkan nama kami, di sini hanya ditanya nama dan alamat lengkap tanpa harus menyerahkan fotokopian KTP. 

Kami membayar biaya administrasi sebesar 10k per-orang.

Setelah dipersilakan, kami pun istirahat, aku tepar duluan keknya, jam 11 p.m. aku terbangun, melihatnya masih belum tidur dan ada sarung yang menyelimutiku. 

Aku mengajaknya untuk tidur kemudian dia merebahkan dirinya di sampingku. Jam 12 p.m. aku kembali terbangun oleh kehadiran pendaki dari Jakarta yang baru turun, mereka bertiga kehabisan air karena menolong pendaki yang kecelakaan dan kami pun berbagi logistic. 

Mereka orang asing tapi seperti keluarga, kami mengobrol, ditraktir minum es teh, dan makan makanan ringan bersama, sampai perut kami penuh, dan salah seorang dari kami tepar, baru kami memutuskan untuk melanjutkan kembali tidur. 

Menjelang pagi setelah melaksanakan shalat berjama’ah, kami pun memulai pendakian. 

Kami bertemu dengan laki-laki yang sepertinya sudah haji, beliau mendo’akan kami dan memberi nasihat untuk berhati-hati. 

Jalur dimulai dengan tanjakan jalan setapak, itu membuat energiku cepat sekali terkuras. Dan abang seolah mengerti keadaanku, kemudian mengajak break, di sana aku minum dengan rakus.

Kami berjalan seperti biasa, tidak memiliki target apakah harus sampai ketika sunset atau sunrise, harapan kami hanya bisa berada di puncak bersama-sama. 

Kemudian kami sampai di Pos 1 – Cigowong setelah berjalan selama kurang lebih 2 jam kurang 5 menit. 

Di sana kami mengambil air, mata air yang begitu sejuk, menyegarkan, menghapus lelah, menghapus dahaga, pokoknya benar-benar sangat menyenangkan. 

Di sana kami bertemu dengan rombongan dari Garut, mereka berjumlah 11 orang dengan dua orang wanita di antaranya, hanya satu orang yang aku ingat dari mereka, namanya abang zebrag, orangnya lucu, ramah sekaligus menyebalkan hahaha

Ketika kami bergabung, mereka sedang membuat sarapan. Kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan lebih dulu. Mereka melemparkan selentingan bahwa kami buru-buru karena ga sabar untuk foto prewedding di puncak hahaha.

Abang dengan jiwa photographernya mengabadikan perjalanan kami dan hasil potretnya selalu memukau. 

Kemudian kami pun sampai di Pos ke-2 yaitu Kuta. Sampai di pos ke-3 (Pangguyang Badak) kami bertemu kembali dengan para pendaki dari Garut. Tempat yang special karena di sini ketika kami break, kami saling nyanyi-nyanyi gaje.

Di ketinggian 2000 dapl kami sampai di pos ke-4 yaitu Arban. Kami break dengan para pendaki dari Garut, sempet heboh karena ada plang “Jangan Bicara Sembarangan”, dan itu langsung jadi bahan guyonan para pendaki dari Garut.

Dalam perjalanan ini, aku jarang sekali merasa lapar, mungkin asupan glukosa dari air manis yang aku bawa cukup untuk membuat staminaku awet. 

Tapi ketika akhirnya perutku protes, abang membuatkanku mie instan. Seharusnya aku yang masak tapi aku belum terbiasa menggunakan kompor kecil dan misting seperti yang dilakukan abang. 

Selain itu, kami pun tidak lupa selalu shalat berjamaah, walaupun dilakukan dengan menjamaknya. Cinta dan kasih sayang Allah membuat segalanya menjadi indah.

Waktu terasa sangat begitu lambat ketika kami mengejar pos Wallet untuk membuat camp. Dan kami pun akhirnya terjebak dalam kesunyian malam, berebut oksigen dengan para tumbuhan, belum lagi jalur pendakian yang mulai berbatu-batu, sangat terjal, dan berdebu. 

Akhirnya kami memutuskan untuk mencari tempat yang datar untuk membuat camp. Bahu membahu kami membuat tenda, dan ketika kami rasa tenda sudah berdiri kokoh, kami pun langsung beristirahat.

Seperti biasa, lewat waktu subuh kami pun melanjutkan perjalanan, ternyata Pos Wallet berada tidak jauh di atas tempat camp kami. Kami menuju puncak dengan optimis, meninggalkan tenda dan hanya membawa barang-barang yang penting.

Finally, Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, itu kali pertama aku berada di puncak, berada jauh tinggi di atas awan, hanyut dalam pesona alam. 

Aku merasa setiap jengkal tubuh bahkan nadiku merinding, dan aku pun bertasbih. 

Hal yang membuatku semakin tercengang adalah ketika ada keluarga pendaki, anak kecil umur 4 tahun bisa sampai puncak bahkan jalur yang dilewatinya pun jalur Linggarjati, subhanallah. 

Kemudian dengan lugunya abang menyampaikan mimpinya tentang harapan memiliki keluarga pendaki. 

Sepertinya menyenangkan tapi mungkin aku ga bisa sampai hati membiarkan anakku kelelahan, kepanasan, kedinginan, dan makan seadanya. 

Biarlah kami berdua saja yang mendaki jika memang kelak kami ditakdirkan untuk menyulam benang-benang asmara menjadi satu dalam ikatan yang diridhoi oleh Allah.

Entah sekitar pukul berapa, kami pun memutuskan turun melalui jalur apuy. 

Jalur apuy licin dan berdebu, aku sampai harus memakai tongkat dari kayu untuk menjaga keseimbangan. 

Dalam perjalanan turun ini kami beriringan dengan para pendaki dari Bandung dan banyak bertemu dengan pendaki lain dari luar kota. 

Mengingat bawaan yang begitu banyak, tidak menyurutkan semangat si abang, dia dengan tabah terus membimbing jalanku, sampai suatu kesempatan aku hampir jatuh sementara dia sudah berada jauh di bawah, dia dengan gesitnya langsung berlari ke arahku dan melingkarkan tangannya di pinggangku. Hahaha ibarat hero, dia selalu siaga dan benar-benar membuatku tersanjung sebagai seorang wanita.

Di pos terakhir, malangnya kakiku keseleo dan ternyata lecet, bengkak pula. Perih, rasanya aku sudah ga sanggup untuk berjalan. 

Sepanjang perjalanan aku membisu menahan rasa sakit, membiarkan si abang mengoceh sendiri, sekali lagi aku bersikap childish. 

Dia dengan sabarnya tetap berjalan mengiringiku, menjajari langkahku yang pendek-pendek, berusaha mencairkan suasana dengan membuat berbagai conversation tapi kasihan aku ga bereaksi sama sekali gara-gara rasa sakit itu hahaha. 

Sampai akhirnya kami sampai di pemukiman warga, ternyata banyak pendaki lain yang sudah tiba duluan dan menunggu kami. Memanjakan perut kami yang selama beberapa hari itu diisi mie kami pun membeli bakso dan es kelapa muda. 

Kemudian kami membuat kesepakatan dengan anak PA asal kuningan yang bersedia mengantar kami sampai Cileunyi dengan membayar ongkos sebesar 20k naik mobil bak. 

Sumpah punggung rasanya sakit banget, bahkan si abang yang ga pernah mengeluh pun saat itu mengeluhkan rasa sakit si punggungnya.

Pukul 12.00 am kami sampai di Cileunyi dan menuju perhentian bis yang entah apa namanya tapi ternyata bis baru mulai operasi lagi sekitar pukul 3.00 am. 

Di sana aku, abang, dan para pendaki yang dari Bandung mulai galau. Kekeluargaan benar-benar terasa di sini, entah kenapa rasa nyaman itu menyelinap ketika aku bersama mereka, terlebih karena abang di sampingku dan aku tahu dia selalu berusaha untuk menjagaku bahkan dari dirinya sendiri. 

Akhirnya kami memutuskan untuk mengeteng angkot. Dan untuk menuju cimahi kami membayar 50k untuk 4 orang. 

Kami diantar sampai jembatan gunung Batu dan melanjutkan perjalanan ke kosan dengan berjalan kaki. Pegal di tubuh sudah sangat akut, tapi harapan untuk cepat sampai di kosan memberikan semangat baru yang aneh. 

Dan aku masih bisa membeli nasi goreng untuk makan kami bersama, walaupun harus naik turun tangga yang tingginya setinggi tower :p

Esoknya sampai ketika kami harus berpisah. Rasanya seperti kehilangan seseorang yang sudah hidup lama denganmu, menjadi bagian dari hari-harimu, benar-benar nyesek. 

Tapi janji bahwa akan ada lain kali untuk bertemu memberiku harapan. Dan novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu menjadi pengikat janji kami. Semoga kita bisa melewatkan waktu bersama secepatnya. 5 hari yang terlalu indah, terlalu menyakitkan untuk bisa kembali ke realita bahwa itu sudah berakhir.
Continue reading Pendakian Pertama ke Gunung Ciremai