Menurut apa yang sudah diagendakan sejak jauh-jauh hari, seharusnya hari ini aku mengikuti Deutsch Festival di UPI.
Tapi karena beberapa pertimbangan akhirnya rencana tersebut dicancel.
Mengingat tanggal tua dan htm dari festival itu sebesar Rp 35.000,- aku sibuk jungkir balik menghitung dompet.
Memang hari di bulan ini bisa dihitung oleh jari tetapi mengingat bulan depan akan banyak sekali acara, rasanya sudah sepantasnya kalau aku menabung.
Selain itu tepat pukul 1 pm tadi ada rapat KULUM PCR yang merupakan proker divisi 2 KLIMAKS.
Tapi aku pun berhalangan hadir pada rapat tersebut dikarenakan bentrok dengan rapat KUDIS (kumpul diskusi) BEM KM Poltekkes Kemenkes Bandung.
Hanya selang beberapa jam setelah aku selesai rapat, mba Woro teman satu kosanku yang sedang menempuh study D-IV mengajakku untuk mengunjungi perpustakaan UPI.
Kebetulan sekali walaupun batal mengikuti acara festival tapi aku masih bisa ke Universitas Pendidikan Indonesia dengan free cost pula.
Ini kali pertama aku menginjakkan kaki di UPI. Kami start dari Kosan menggunakan andong yang super murah meriah Rp 1.000,- sampai di jembatan Gunung Batu, kebetulan angkot di sana sudah hampir penuh jadi kami tidak perlu menunggu waktu lama.
Jadilah kami naik angkot St. Hall – Gunung batu dan turun sebelum perempatan lampu merah Pasteur. Ongkosnya adalah Rp 2.000,-.
Kemudian kami meneruskan perjalanan menuju arah Lembang dengan berjalan kaki sedikit ke arah kiri, di sana ada angkot Cicaheum-Ciroyom yang berwarna hijau, dan ada angkot yang berwarna krem jurusan Lembang.
Kami naik angkot yang berwarna krem tersebut. Melewati pasar Sukajadi, PVJ, Gokana, arus lalu lintas terhitung lancar walaupun beberapa kali kami terjebak lampu merah dan akhirnya setelah satu jam kami sampai di depan gerbang ke dua UPI.
Ongkos dari Pasteur ke UPI yaitu Rp 2.500,-. Dari 2nd gate kami terus berjalan lurus sampai bertemu bunderan yang di sebelah kanannya ada tempat tenis dan balai penelitian, kami mengambil arah ke kiri dan di depan gymnasium akhirnya sampailah kami di perpustakaan UPI.
Merasa sangat cupu, kami menyelonong masuk tanpa menitipkan tas, kami pun ditegur oleh penjaganya.
Dan kekonyolan masih belum berakhir, di sini (UPI) kita harus menyimpan tas kita ke loker yang sudah disediakan sendiri sedangkan kami biasanya kalau di supermarket hanya tinggal menyerahkan tas kemudian mendapatkan kartu.
Si penjaga berseloroh yang lebih terkesan menyindir, sangat menyebalkan. Kemudian kami langsung menuju ruang Thesis yang berada lurus dari tempat awal kami masuk.
Di sana ada papan penunjuk arah yang membantu kami menuju TKP. Ruangan yang lumayan luas dengan rak-rak kecil berisikan buku skripsi, thesis, disertasi, artikel, jurnal, dan lain sebagainya yang tebalnya sebesar betisku.
Awalnya kami mencari satu persatu judul buku yang kami perlukan, sebuah kenaifan yang nista. Sampai akhirnya ada seorang ibu dengan lingkaran kecil putih di atas kepalanya memberi kami petunjuk.
Jadi, di dekat pintu awal kami masuk ke ruang thesis, berderet 3 buah computer yang bisa digunakan untuk mencari thesis, jadi kami tidak perlu berjongkok dan berpusing-pusing ria mencari buku yang kami butuhkan.
Kami hanya perlu membuka website dari UPI kemudian meng-entry nama pengarang dan judul buku yang kita perlukan.
Ketika buku yang kita butuhkan sudah kita temukan, kita tinggal hanya mengklik all of detail yang berada di paling kanan baris tersebut.
Nanti akan keluar tentang biodata si pengarang dan bagian-bagian dari thesisnya. Tapi sayangnya sebelum sempat kami mengcopy data, ada seorang lelaki paruh baya yang menghampiri kami untuk mengingatkan bahwa waktu kunjungan sudah habis.
Kami memang datang terlalu sore. Pada Senin-Kamis perpustakaan dibuka pukul 08.00 sampai 16.00 tapi pelayanan berakhir pukul 15.30. kecuali hari Jumat ada break shalat Jumat dari pukul 11.00-14.00 dan untuk hari Sabtu hanya sampai pukul 14.00.
Di perpustakaan ini juga ada sebuah tempat print yang sepertinya memang khusus disediakan untuk mengantisipasi pengunjung baik internal maupun eksternal warga UPI.
Karena ada peraturan yang tidak membolehkan pembaca meminjam buku thesis tersebut, disamping sebagai dana usaha juga mungkin.
Kami pun bergegas meninggalkan perpustakaan tersebut. Di depan 2nd gate sudah mengantri banyak angkot yang dengan setia menanti penumpang.
Kami naik angkot seperti semula yang berwarna krem. Dan ternyata kami pulang di waktu jam pulang, jalanan sangat macet dan sesak.
Kami diajak muter-muter mengelilingi kota Bandung, alur angkot yang rumit membuat bemper belakangku yang sekseh menjadi sedikit luntur keseksehannya.
Entah di jalan apa daerah sekitar tempat yang biasa dipakai car free day kami turun, harganya jadi Rp 3.000,- hhhhh, padahal bukan mau kami menempuh jalan yang begitu panjang.
Alhamdulillah di sana sudah ada angkot jurusan St. Hall – Gunung Batu dan masih dengan ongkos yang sama Rp 2.000,-
Kami sampai di terminal gunung batu. Mba woro mentraktirku makan soto, padahal sudah tidak ada stok makanan di perutku setelah tadi siang aku makan sayur.
Tapi karena tidak enak hati menolak, maka aku pun meluluskan niat baiknya. Kami makan soto sapi seharga Rp 7.000,- dan komposisinya terasa aneh, daging sapi, bihun, dan ada potongan putih besar yang lebih mirip bawang aku lupa namanya.
Kesimpulan hari ini adalah: aku tidak suka soto selain soto yang ada di Gandu, Majalengka.
0 komentar:
Posting Komentar