Pulang dari Gunung Tangkuban Parahu aku dan abang melanjutkan perjalanan menuju kawah putih. Kami berencana bertemu bang Iwan dan Eka di sana. Tapi ternyata di perjalanan mereka memutuskan untuk langsung pulang ke Jakarta dan datang ke taman bunga di Bogor. Walaupun bang Iwan dan Eka batal pergi ke kawah putih, kami tetap melanjutkan perjalanan ke sana.
Mengambil rute yang berbeda dari perjalanan awal, kami melewati daerah Parongpong, Nanjung, dan akhirnya Soreang. Cukup sulit untuk sampai di Soreang, berhubung kami sama-sama belum pernah ke sini, beberapa kali kami sempat tersasar. Namun orang-orang di Bandung memang begitu hangat kepada para pendatang, hal tersebut membuat kami tidak sungkan untuk bertanya.
Ketika sampai di depan Stadion Jalak Harupat, abang begitu excited. Dia yang selalu meledekku narsis malah bermetamorfosis jadi makhluk photogenic. Kami berhenti sebentar di luar gerbang stadion karena pintu masuk ditutup dan sepertinya tidak dibuka untuk umum kecuali ketika ada pertandingan.
Aksi kami rupanya mengundang penasaran orang. Bahkan ada pasangan yang juga ikut berfoto ria dengan background stadion jalak harupat.
Kami melanjutkan perjalanan, sekitar pukul 12.29 perut kami mulai keroncongan dan kami pun singgah di Rumah Jamur (Pasir Jambu, Soreang). Setali tiga koin kami juga numpang ngecharge hp yang hampir sekarat. Sepi. Padahal rumah makan tersebut lumayan menarik, dari jendela kita bisa melihat kolam ikan yang dikeliling oleh kebun. Kami duduk lesehan di tempat paling ujung (berhubung cuma di sini yang ada colokan) sambil menonton TV. Kami memesan daging ayam bakar dan teh manis ditambah pencuci mulut jamur crispy. Sebenarnya menu yang ditawarkan sangat beragam dan banyak varian masakan jamur. Namun harganya juganya lumayan. Jadi kami memilih yang ramah di dompet.
Terhipnotis oleh cita rasa makanan yang disajikan kami sampai lupa mengabadikan moment di sana. Makanannya emang enak-enak, tapi porsinya kecil dan harganya mahal. Baru ketika hendak pulang, kami baru teringat akan kamera. Dan kami pun selfie dengan muka ngantuk karena kekenyangan.
Ketika dikonfirmasi ke penjaga rumah makan tersebut, jarak ke kawah putih masih sangat jauh, berkilo-kilo meter lagi. Dan jam 17.00 tempat wisata tersebut sudah ditutup karena gasnya yang mulai beracun.
Bingung antara terus jalan atau kembali pulang. Tapi setelah sejauh ini perjalanan rasanya sayang kalau lelah ini tidak terbayar. Oleh karena itu kami memutuskan untuk KEEP GOING!
Percayalah, mencapai kawah putih sangat melelahkan, entah itu perjalanan dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun umum.
Cuaca mendung, dan ketika kami hampir tiba di kawasan kawah putih, gerimis pun turun. Seketika itu pun kami berbalik arah dan mencari penginapan. Kami memutuskan untuk berbalik arah karena khawatir di atas tidak ada penginapan dan kalaupun ada pasti harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan penginapan di bawah. Kami pun singgah di penginapan yang paling dekat.
Pondok Gembyang, Jl. Patengan km. 38. Desa Baru Tunggul, Alam Endah. Telp. (022)5928998, 087824622244 Ciwidey, Bandung.
Kami membooking satu unit penginapan standar seharga 200k. Fasilitas
yang didapat cukup memuaskan, kamar dengan seprai wangi dan bersih rapi, sebuah tv, kamar mandi dengan air hangat, alat shalat, kolam air hangat, rak-rak tempat menyimpan pakaian, roti panggang untuk sarapan, kopi, teh, dan masih banyak lagi.
Malam harinya kami turun untuk mencari makanan dan kami singgah di Rumah Makan Bebek dan Ayam Unti, Jl. Raya Ciwidey Rancabali Telp. (022) 85920555.
[caption id="" align="alignnone" width="2000" caption="Pagi di Pondok Gembyang"][/caption]
Ceritanya candle light dinner, suasananya romantis, ditemani gemericik air dari kolam, kaki kami pun bisa berselonjor menyentuh air kolam, karena tempat makannya disetting sedemikian rupa sehingga kami di bawah meja makan tersebut terhubung dengan kolam.
Kami makan enak malam itu, benar-benar moment yang jarang. Terima kasih buat Yayu yang sudah jadi sponsor setia kebahagiaan kami.
[caption id="" align="aligncenter" width="840" caption="Candle light dinner"][/caption]
Kami tidak langsung angkat kaki setelah menyikat bersih makanan yang ada. Menikmati malam yang diciptakan begitu romantis dengan segala suguhan kekuasaan-Nya.
Insiden lucu di penginapan ini adalah ketika pagi-pagi kami kelaparan, kami pun menagih fasilitas roti bakar yang tertulis di brosur, memalukan tapi butuh hahaha. Ternyata jauh dari ekspektasi kami, roti tawar + susu coklat yang dipanggang. Tapi lumayan lah untuk mengganjal perut.
We are ready to go! Yeay! Kawah putih we are coming..
Kami menggunakan kendaraan pribadi dengan tujuan bisa meminimalisir budget, ternyata sesampainya di sana, pihak pengelola tempat wisata ternyata begitu komersil. Pertama kami parkir motor seharga Rp 5.000 dan helm tidak boleh disimpan di motor, harus dititipkan, biaya penitipannya sebesar Rp 5.000.
Kemudian tiket masuknya Rp 28.000 per orang biaya tersebut sudah termasuk tiket masuk dan kendaraan ontang anting yang akan mengantar ke tempat wisatanya. Kami diberikan kartu untuk membuka palang pintu yang menghubungkan ke tempat ontang anting.
Ontang anting ini mobil serupa angkot dengan kapasitas penumpang 12 orang ditambah sopir. Kami menunggu lumayan lama karena mobil baru berangkat apabila sudah terisi penuh.
Menurut informasi pihak pengelola sudah tiga tahun melarang adanya kendaraan pribadi yang langsung masuk ke tempat wisata. Tapi apabila hendak membawa mobil pribadi, maka akan dikenakan biaya Rp 150.000 per mobil ditambah Rp 15.000 per orang. Ckckckck
Tapi hal positif dengan diberlakukan peraturan tersebut adalah bisa memberdayakan warga yang berdomisili di sekitar tempat wisata, mereka jadi punya mata pencaharian.
[caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Ontang anting"][/caption]
Entah memakan waktu berapa lama, akhirnya kami sampai di kawasan kawah putih. Banyak yang menyodorkan masker. Ingat! Bawalah masker sendiri. Di sini, harga masker dispossible yang umumnya dijual Rp 500 - Rp 1.000 dijual dengan harga Rp 5.000. Luar biasaaaa...
Di depan area masuk sudah banyak orang yang mengantri untuk foto di tugu bacaan kawah putih. Keadaan di sana ramai sekali, dari beragam usia, tua muda semuanya tumpah ruah.
Kami harus menuruni tangga yang lumayan panjang. Tapi tidak sepanjang great wall China. :D
Sesampainya di bawah aku langsung terbatuk-batuk tidak kuat menahan bau belerang. Tapi hal tersebut tidak berlangsung lama, aku pun mulai terbiasa. Dan kami langsung memulai pemotretan.
Ada banyak fotografer yang menawarkan jasanya. Hanya Rp 10.000 tapi kami memilih untuk menggunakan kamera sendiri.
Tempatnya cantik, sesuai namanya hampir semua berwarna putih, air, pasir. Banyak juga orang yang melakukan prewedding di sini.
Tapi entah kenapa aku kurang puas terhadap perjalanan ke tempat ini, selain biaya yang mahal, tempat ini walaupun suhunya terasa dingin tapi matahari menyengat langsung. Dan jarang ada yang jualan makanan, mungkin khawatir terkontaminasi racun.
Tadinya kami hendak melanjutkan ke situ patenggang. Tapi berhubung waktu sudah siang dan kami harus melanjutkan perjalanan ke Majalengka, dengan berat hati kami pun pulang.
Oia dalam perjalanan pulang, sempat berdiskusi dengan sopir ontang anting. Katanya apabila kita mau masuk gratis, cukup bawa motor tapi jangan pakai helm. Biasanya para pengelola mengizinkan masuk gratis orang-orang yang tinggal di sekitar sana.
Ada insiden lucu juga ketika pulang, kami melewati orang-orang yang berjualan, hampir setiap toko meneriakkan hal yang sama, stroberinya teh. Rp 5.000 dua. Ketika aku menoleh, terlihatlah buah stroberi segar, merah merona sangat menggoda. Sempat tidak percaya, kemasan sebesar itu hanya Rp 5.000 dapet dua pula. Aku pun tertarik untuk menghampiri, ternyataaaaa.... ZONK! kemasan stroberi yang dipajang harganya Rp 25.000 sedangkan yang ditawarkan seharga Rp 5000 itu kemasan kecil. dasar, marketing yang bagus hahaha. Hati-hati jangan tertipu ya!
Posted from WordPress for Android