Kamis, 28 Januari 2021

Pengalaman Mudik ketika Pandemi

Ada yang tidak pernah pulang kampung selama pandemi? Well, aku juga. Bulan Desember kemarin adalah pertama kalinya sejak pandemi. 


Bukan karena keadaan sudah aman atau kondusif untuk melakukan perjalanan, atau karena sudah kebal dengan corona. Walaupun jenuh berada di rumah terus dengan aktivitas yang monoton setiap harinya, housekeeping and motherhood, tapi itu bukan alasan untuk melakukan traveling pada masa ini.


Stay at home.


Baca juga: Cara Supaya Anak Betah di Rumah


Kenapa Memutuskan Pulang Kampung ketika Pandemi?


Mudik pandemi


Ketakutanku untuk tidak pulang kampung bukan tidak beralasan. Aku yang tinggal di daerah red zone, tentu harus berusaha menjaga keselamatan keluargaku. Banyak dari mereka yang sudah berusia lanjut, ditambah banyak sekali anak-anak balita termasuk anak-anakku.


Ketika memutuskan untuk tidak pulang kampung, sering sekali orang tuaku bertanya melalui video call, "Kapan pulang? Nggak kangen, ya, sama Oma?"


Itu pertanyaan yang sulit.


Jika menjawab tentu kami kangen. Mereka akan mempertanyakan alasan kenapa kami tidak mengunjungi mereka. Sebagai penganut covid adalah konspirasi, pernyataan "Keadaan belum memungkinkan untuk pulang karena pandemi" adalah salah. 


Mereka seolah resisten terhadap kata covid, corona, pandemi. Ketika menonton televisi dan stasiun televisi berbondong-bondong memberitakan jumlah kasus setiap harinya, mereka akan mengeluh, kenapa media hanya menyoroti kasus pandemi seolah tidak ada kasus yang lain. 


Jika kami menjawab tidak kangen, sudah pasti itu kebohongan. Setiap hari aku merindukan suasana asri di halaman rumah, kamar yang luas tanpa pendingin ruangan dengan sinar matahari yang masuk ke ruangan melalui jendela. Situasi dimana aku hanya tinggal mencuci piring tanpa harus pusing harus belanja apa atau akan makan apa.


Semua tersedia, aku hanya perlu fokus pada anak-anak. 


Setiap tersudut oleh pertanyaan itu akhirnya aku memutuskan untuk diam, atau melemparkan pertanyaan itu pada anak-anak yang jelas belum lancar berbicara. Cari aman istilahnya, dibanding menyakiti perasaan orang tua dengan debat panjang soal Covid ini.


Covid adalah Konspirasi


Krisis kepercayaan orang tuaku pada masalah pandemi ini memang cukup lucu. Anak sulungnya adalah tenaga medis, dan mereka percaya bahwa covid adalah konspirasi. Ironi. 


Di tengah perdebatan mengenai apakah benar ada konspirasi di balik merebaknya virus Corona ini, ada banyak tenaga medis yang tumbang. Kelelahan, terpapar virus, bahkan tidak sedikit yang meninggal. Terkadang aku ingin memaki mereka yang bersembunyi di balik pernyataan, "Aku sudah menjalankan prokes sesuai yang dianjurkan oleh pemerintah."


Tapi karena ada momen penting yang akan dilalui oleh satu-satunya saudara laki-lakiku, akhirnya kami memutuskan untuk pulang kampung. Ingin menjadi bagian dari highlight hidupnya. Bagaimanapun kami tumbuh bersama dan dia adalah satu-satunya teman yang lebih bisa mendengarkan keluh kesahku. Pendengar yang baik walaupun bukan pemberi solusi yang tepat.


Apa yang Perlu Dipersiapkan Ketika Akan Mudik?


Akhirnya kami menyiapkan dokumen seperti surat keterangan bebas Covid. Hanya aku dan suami yang melakukan Swab Antigen. 


Aku tidak tahu apakah itu keputusan yang tepat atau tidak, tapi setelah mengetahui hasilnya negatif, kami memutuskan untuk tidak mengajak anak-anak melakukan tes. Aku sudah pasrah jika di tengah jalan akan ada petugas patroli yang merazia kami dan memberikan sanksi.


Kami pulang menggunakan mobil pribadi, sewaan maksudnya. Alhamdulillah, semua lancar tanpa hambatan. Ketakutanku akan ditilang atau semacamnya hanya ada dalam pikiranku. 


Sepanjang jalan aku tidak menemukan petugas yang menginspeksi para kendaraan yang berlalu lalang. Jika kami menghentikan mobil pun itu karena kebutuhan untuk buang air kecil di rest area


Tapi sebagai langkah aman, sebelum pulang kampung ada baiknya kita tetap harus melakukan tes. Bukan karena takut dirazia polisi. Bukan. Melainkan demi menjaga orang-orang yang kita sayang.


Apakah kita ingin karena kelalaian kita, yang tidak mau melakukan tes berujung pada keselamatan keluarga kita yang dipertaruhkan? Membawa virus ke keluarga bukan mimpi buruk. Banyak kasus seperti itu dan aku yakin kita tidak ingin menambah panjang daftar kasusnya.


Selain tetap menjaga protokol kesehatan walaupun berhadapan dengan keluarga sendiri. Kita harus mengantisipasi penyebaran virus dengan melakukan tes sebelumnya. Tapi jauh lebih bijak lagi, tetap berada di rumah jika keadaan tidak terlalu mendesak.


Stay aware, ya! Pandemi belum berakhir. Buat yang akan mudik, jangan lupa persiapkan diri sebaik mungkin dan jaga kesehatan! Mari kita putus rantai Covid demi kenyamanan dan kesehatan kita bersama!

2 komentar:

  1. Aku belum pulkam sejak pandemi, dan lebaran besok sepertinya juga ngga pulang. Semoga ngga sampai kayak bang toyib huhu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sedih ya, mbak. Aku pun kalau ga naik kendaraan pribadi kayanya jadi bang Toyib. Hiks
      Semoga kita dan keluarga kita sehat selalu ya, mbak. Makasih udah mampir.

      Hapus